Minggu, 07 November 2010

kuliah anakku

[balita-anda] Makanan dan minuman kemasan amankah?
Wenny EP, KTB (S/Parts)
Thu, 14 Oct 2004 02:31:22 -0700
Your Ad Here
MAKANAN DAN MINUMAN KEMASAN, AMANKAH?
Masih banyak orang bertanya-tanya, amankah mengonsumsi produk makanan atau minuman
kemasan dari segi kesehatan? Agar tidak ragu-ragu lagi untuk mengonsumsi atau tidak
produk-produk tersebut, baca habis panduan pakar gizi berikut ini.



Pertumbuhan perusahaan makanan dan minuman kemasan di Indonesia telah mendorong
terjadinya perubahan perilaku makan masyarakat. Makan tidak cukup hanya kenyang,
tetapi juga harus bergizi dan sehat serta ada unsur tambahan yang menggugah selera.

Banyak makanan dan minuman kemasan yang diproduksi dengan terutama memperhatikan aspek
selera, sehingga makanan dan minuman itu disukai kaum tua maupun muda. Minuman ringan
yang rasanya menyengat pun ternyata bisa dinikmati oleh anak balita, apalagi junk food
berwujud makanan ringan yang memang rasanya menggugah selera.



Kecanggihan teknologi pengolahan makanan, pengemasan, dan penyimpanan secara tidak
langsung sebagian memang menguntungkan konsumen. Kalau dulu kita sering jengkel karena
susu yang kita buat banyak gumpalannya, kini telah hadir susu instan yang dijamin
tidak akan menggumpal. Demikian pula kita bisa merasakan repotnya membuat mi goreng
atau rebus, tetapi saat ini dengan mudah orang bisa membeli mi instan yang dapat
disajikan dengan cepat dan rasanya tak kalah dengan mi tradisional.



Masih banyak contoh makanan maupun minuman kemasan yang kini dapat dengan mudah
dijumpai di berbagai toko, warung, atau pasar swalayan. Pertumbuhan makanan dan
minuman kemasan ini demikian cepat sehingga kalau pada waktu PD II dulu hanya bisa
dijumpai kurang lebih 1.000 produk kemasan, kini bisa dijumpai lebih dari 10.000
produk yang siap dikonsumsi.

Apa rahasia membanjirnya produk makanan dan minuman kemasan itu? Tak salah lagi,
peranan bahan tambahan makanan (BTM) sangatlah besar untuk menghasilkan produk-produk
kemasan. BTM bukan cuma zat pengawet tetapi juga aroma stroberi pada minuman ringan
serta warna merah pada minuman cocktail. Dalam pembuatan dressing salad diperlukan
emulsifiers untuk mencampur minyak dan air agar tidak terpisah.



Salah satu alasan mengapa senyawa kimia diperlukan untuk pengawetan makanan adalah
karena berubahnya cara produksi, pemasaran, serta konsumsi suatu makanan. Rentang
waktu ketika makanan diproduksi dan ketika mencapai konsumen kini semakin panjang. Di
lain pihak, konsumen mengharapkan semua makanan tersedia sepanjang tahun dan bebas
dari mikroorganisme pembawa penyakit. Berbagai mikroba dari jamur sampai bakteri
merupakan agen pembusuk yang sering menimbulkan masalah pada keamanan pangan.



BTM bermacam-macam



Jika suatu zat kimia yang ditambahkan pada makanan dapat menyebabkan kanker, zat kimia
itu harus dilarang pemakaiannya. Ini sebuah prinsip yang telah menjadi hukum di AS dan
telah diundangkan sejak 1958. Namun, produsen bisa pula berdalih, bagaimana jika zat
kimia itu mampu mencegah racun botulism yang mematikan yang terdapat pada daging
kalengan? Nitrit adalah senyawa pengawet itu, yang biasanya ditambahkan pada daging
kalengan dan menimbulkan perdebatan berlarut-larut.

Keberadaan BTM adalah untuk membuat makanan tampak lebih berkualitas, lebih menarik,
serta rasa dan teksturnya lebih sempurna. Zat-zat itu ditambahkan dalam jumlah
sedikit, namun hasilnya sungguh menakjubkan.

BTM ternyata sudah lama digunakan dalam pengawetan makanan. Orang Romawi kuno
menggunakan garam untuk mengawetkan daging, dan sulfur untuk mencegah terjadinya
oksidasi pada minuman anggur. Kini, keprihatinan masyarakat semakin bertambah dengan
semakin panjangnya daftar BTM. Ini meliputi jenis BTM yang telah diizinkan maupun dari
jenis yang belum diteliti.



Pendapat yang sering kontroversial adalah kemungkinan timbulnya kanker akibat BTM.
Sebenarnya, kanker adalah penyakit dengan beberapa penyebab yang bersifat kompleks.
Sebagian kanker justru diduga disebabkan oleh faktor lingkungan, misalnya asap rokok,
polusi udara, sinar ultraviolet, dll. Kanker berkembang sangat lambat dalam tubuh
manusia. Biasanya memakan waktu 5 - 10 tahun setelah seseorang kontak dengan bahan
karsinogenik (penyebab kanker).



Karena itu mencari penyebab kanker pada manusia menjadi lebih sulit. Untuk menguji
suatu zat menyebabkan kanker, maka dilakukan percobaan pada binatang. Secara alami
usia hewan percobaan (tikus) adalah 2 - 3 tahun. Karena itu hewan ini mampu memberikan
informasi cukup setelah diberi makanan tertentu yang mengandung zat yang diduga
bersifat karsinogenik. Munculnya kanker pada hewan percobaan akan membuat kita lebih
berhati-hati ketika memilih makanan kemasan yang mengandung zat karsinogenik itu.



Sampai saat ini belum ada dampak langsung (seketika) yang menunjukkan BTM berakibat
buruk pada janin dalam kandungan. Namun, pada binatang percobaan terlihat sakarin
(pemanis buatan) bersifat racun bagi janin. Meskipun hal ini masih perlu penelitian
yang lebih intens, sebaiknya ibu hamil berhati-hati ketika memilih makanan atau
minuman kemasan yang mengandung sakarin.



Pada dekade 1970 - 1980-an terjadi perdebatan cukup panjang tentang dampak monosodium
glutamate atau MSG (bumbu masak). Tikus muda yang baru lahir mengalami cacat setelah
diberi ransum mengandung MSG. Penelitian lainnya menggunakan anak ayam menunjukkan
munculnya gejala-gejala mengantuk setelah anak ayam mengonsumsi MSG. Itulah sebabnya
MSG pernah dilarang pada makanan bayi di Inggris dan Singapura. Penelitian yang sama,
yang dilakukan pada kera dan anjing, ternyata tidak membuktikan hal itu.

Penggunaan bahan pengawet paling banyak digunakan di Indonesia adalah sulfit, nitrit,
BHA atau BHT, dan benzoat. Perdebatan para ahli mengenai aman tidaknya behan pengawet
itu masih seru. Sebagian orang beranggapan, belum ada BTM yang pernah menyebabkan
reaksi serius bagi manusia dalam jumlah yang sering ditemukan pada makanan. Namun,
bukti lain menunjukkan, pemakaian dalam jangka panjang dapat menimbulkan masalah
kesehatan.

Bahan pengawet sulfit dapat menyebabkan reaksi cukup fatal bagi mereka yang peka. Bagi
penderita asma, sulfit dapat menyebabkan sesak dada, sesak napas, gatal-gatal, dan
bengkak. Sulfit digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang. Jenis
produk seperti jus buah, sosis, dan acar kering sering menggunakan pengawet ini.



Pada 1989 terdapat kasus biskuit beracun yang menelan korban 38 jiwa manusia. Ini
akibat mengonsumsi natrium nitrit yang secara tidak sengaja ditambahkan pada makanan
karena kekeliruan. Nitrit adalah pengawet pada daging. Pada daging kalengan (corned)
nitrit bisa digunakan dengan dosis 50 mg/kg.



Awalnya, nitrit dan nitrat digunakan untuk memperoleh warna merah yang seragam pada
daging yang diawetkan. Belakangan diketahui, zat itu dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Clostridium botulinum yang sering muncul pada makanan awetan. Penggunaan
nitrit dan nitrat semakin meluas seperti pada pembuatan sosis, ham, dan hamburger.

Jika makanan diawetkan, umumnya akan kehilangan vitamin A dan E. Kedua vitamin itu
bersifat sebagai antioksidan untuk mencegah terjadinya oksidasi yang menyebabkan
kerusakan. Penggunaan BHA/BHT juga sebagai antioksidan, namun sudah ada penelitian
yang membuktikan bahwa BHA/BHT sebenarnya kurang baik karena menyebabkan kelainan
kromosom sel bagi orang yang alergi terhadap aspirin.



Pengguanaan pengawet benzoat dimaksudkan untuk mencegah kapang dan bakteri khususnya
pada produk sirup, margarin, kecap, selai, jeli, dan cider. Benzoat sejauh ini
dideteksi sebagai pengawet yang aman. Di AS benzoat termasuk senyawa kimia pertama
yang diizinkan untuk makanan. Senyawa ini digolongkan dalam Generally Recognized as
Safe (GRAS). Bukti-bukti menunjukkan, pengawet ini mempunyai toksisitas sangat rendah
terhadap hewan maupun manusia. Ini karena hewan dan manusia mempunyai mekanisme
detoksifikasi benzoat yang efisien.

Dilaporkan bahwa pengeluaran senyawa ini antara 66 - 95% jika benzoat dikonsumsi dalam
jumlah besar. Sampai saat ini benzoat dipandang tidak mempunyai efek teratogenik
(menyebabkan cacat bawaan) jika dikonsumsi melalui mulut, dan juga tidak mempunyai
efek karsinogenik.



Masih tetap bergizi

Minuman ringan (soft drink) kini bagian tak terpisahkan dari restoran fast food.
Selain itu terdapat pula minuman ringan dalam kemasan kaleng atau botol plastik.
Minuman ringan mengandung sukrosa (gula) relatif tinggi. Karena itu yang dapat
diandalkan dari minuman ini hanyalah kalorinya. Selain itu minuman ini juga mengandung
BTM yang diizinkan, seperti asam sitrat. Sebagian minuman ringan mengandung kafein
yang mmeberikan efek terjaga bagi orang yang meminumnya.



Minuman bubuk instan dapat dibuat secara mudah dengan menambahkan air, kemudian
diaduk, dan siap dinikmati. Sayangnya, komposisi gizi minuman instan ini sering tidak
dicantumkan dalam label sehingga konsumen tidak bisa mengetahui unsur gizi apa yang
ada di dalamnya dan berapa jumlahnya.



Kalau dulu kita hanya bisa menikmati susu segar, kini beragam produk susu kemasan
dapat dengan mudah kita temukan. Sebagian susu kemasan mengandung zat pewarna dan zat
penambah cita rasa sehingga susu bisa dinikmati oleh siapa pun termasuk orang yang
sebenarnya tidak menyukai susu. Sebagai minuman yang bergizi, susu kemasan tetap dapat
diandalkan sebagai sumber protein dan kalsium. Dalam kemasan tetrapak 200 ml, susu
mengandung 200 g kalsium dengan protein sekitar 6 g. Sedangkan pada susu sapi segar
terkandung 143 g kalsium per 100 ml susu dan kandungan proteinnya relatif sama.



Sebagian dari kita mungkin telah menyadari manfaat minuman terbuat dari jus buah atau
sayur. Kita bisa memperoleh beragam vitamin, mineral, dan serat dengan meminum jus
tanpa harus merasa terlalu kenyang. Peranan jus kini mulai tergantikan dengan adanya
minuman kemasan, baik untuk takaran individu maupun keluarga. Untuk mempertinggi nilai
gizinya, ada jus kemasan yang diperkaya dengan vitamin dan mineral. Berbagai jus
kemasan yang dijual di pasaran umumnya mengandalkan vitamin C sebagai salah satu gizi
unggulan. Dalam kemasan 250 ml kandungan vitamin C berkisar 30 - 50 g. Ini setara
dengan satu buah jeruk segar.

Peranan kemasan sangat besar untuk mencegah terjadinya kerusakan vitamin. Penggunaan
karton tetrapak ternyata lebih menguntungkan daripada botol. Dalam suhu kamar
kerusakan vitamin C dalam minuman kemasan botol dapat mencapai 70% setelah 10 minggu.
Tetapi dengan kemasan tetrapak kerusakannya hanya 30%. Penyimpanan dalam lemari
pendingin hanya menyebabkan kerusakan 10%.



Sayang sekali, banyak penjual minuman kemasan (khususnya warung-warung) tidak
melengkapi diri dengan lemari pendingin sehingga minuman kemasan yang dijual banyak
terpapar oleh panas matahari dan menyebabkan kerusakan gizi.

Proses pengemasan itu sendiri sebenarnya tidak banyak merusak nilai gizi. Bahkan
sebenarnya konsumen harus merasa bersyukur karena dengan teknologi kemasan kita dapat
mengonsumsi beragam makanan dan minuman dengan aneka cita rasa. Daging mempunyai
produk olahan yang sudah populer seperti sosis, corned, dan daging asap. Kalau daging
sapi mempunyai kandungan protein 18%, maka produk olahannya adalah sebagai berikut:
sosis 14,5%, corned (16%), daging asap (32%). Daging asap mengandung protein tinggi
karena kadar airnya yang sudah sangat berkurang.





Uji inderawi dan kedaluwarsa

Kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan suatu makanan atau minuman kemasan
masih pantas dikonsumsi sulit ditentukan secara kuantitatif. Berbagai analisis
laboratorium baik secara kimia, fisik, maupun mikrobiologi dapat digunakan untuk
menilai mutu suatu produk, tetapi acap kali sulit diinterpretasi tanpa melibatkan uji
organoleptik (uji inderawi).



Uji inderawi dilakukan dengan menggunakan panelis (pencicip yang telah terlatih) untuk
menilai mutu makanan atau minuman kemasan akibat pengaruh daya simpan. Uji ini
dianggap paling praktis dan lebih murah biayanya. Tetapi ada juga kelemahannya.
Misalnya, terdapatnya variasi produk dan variasi kelompok-kelompok konsumen yang
mungkin tidak bisa terwakili oleh panelis. Panelis yang berasal dari laboratorium
sering bersikap lebih kritis dan mempunyai kecenderungan menilai lebih rendah terhadap
suatu produk.



Dalam penentuan daya simpan banyak sekali faktor yang terlibat, tetapi faktor yang
sangat menentukan adalah jenis makanan itu sendiri, pengemasan, kondisi penyimpanan,
dan distribusi. Dengan kemasan yang baik suatu produk akan terhindar dari pengaruh
buruk akibat uap air, oksigen, sinar, panas, dan hama.



Untunglah para produsen makanan dan minuman kini semakin sadar akan perlunya informasi
tentang tanggal kedaluwarsa, sehingga hampir semua produk makanan dan minuman sudah
mencantumkannya dalam label. Aspek kedaluwarsa ini menjadi tanggung jawab penuh
produsen dan distributor, sedangkan konsumen hendaknya lebih memperhatikan aspek gizi
dan bahan kimia yang ditambahkan dalam produk itu. (Dr. Ir. Ali Khomsan, dosen Jurusan
Gizi Masyarakat & Sumberdaya Keluarga, Faperta IPB)
Rentan Penyakit Jantung - Diabetes
Sebagian besar orang tua selalu menginginkan anak balitanya berbadan sehat. Berbagai cara ditempuh orang tua untuk membuat balitanya terlihat berbadan segar. Lantas anak-anak pun dijejali berbagai makanan bergizi,susu,multivitamin bahkan penambah nafsu makan. Hampir semua orang tua khawatir apabila balitanya enggan makan.
Namun hendaknya para orang tua juga waspada apabila balita mereka memiliki nafsu makan tinggi sehingga badannya nampak gemuk. Sebab,tidak hanya orang dewasa saja,balita yang mengalami kegemukan atau obesitas juga rentan terjangkit berbagai p0enyakit.Memantau agak berat badan anak balita ideal tidak sampai mengalami kurang gizi dengan berat badan rendah,juga menjaga agar berat badan anak tidak sampai mengalami obesitas akibat kelebihan gizi adalah tugas orang tua.
Penanganan balita yang mengalami kelebihan gizi dan obesitas,menjadi dalam hal penanganan setelah gizi buruk. Secara keseluruhan sekitar 3% balita mengalami obesitas. Orang yang gemuk sejak kecil kalau dibiarkan akan mengalami banyak masalah kesehatan ketika dewasa nanti. Berbagai penyakit yang dialami balita obesitas antara lain penyakit jantung koroner,diabetes,hipertensi,kolesterol tinggi,sesak nafas dan sebagainya. Selama ini obesitas pada balita kebanyakan disebabkan digantikannya ais susu ibu (ASI) dengan susu botol. Meskipun bayi terlihat gemuk,namun sebenarnya pemberian susu botol buatan pabrik tidak sehat. Apabila tidak terpaksa,ASI ekslusif hendaknya diberikan pada bayi. Sebab pada ASI terkandung berbagai zat supaya bayi tidak kelebihan ataupun kekurangan gizi. Selain itu,.ASI juga meningkatkan imun atau daya tahan tubuh bayi.
Faktor lain yang mempengaruhi obesitas yakni pemberian makanan manis-manis,makanan fast food dan junk food yang sering. Hal ini terjadi karena makanan ini banyak sekali mengandung lemak yang mudah tertimbun dalam tubuh. Faktor keturunan juga menjadi salah satu sebab obesitas pada balita. Ayah dan ibu balita gemuk,tidak menutup kemungkinan balita mereka juga memiliki keturunan yang gemuk pula. Selain itu obesitas pada bayi juga membuat bayi justru tidak lincah.
Untuk itu sebaiknya orang tua tidak terlena dan mewaspadai apabila berat badan balita selalu meningkat drastis. Segera lakukan pengecekan secara rutin terkait kesehatan buah hati anda. Dan melakukan tindakan prefentif lebih dianjurkan untuk menjaga efek buruk tidak sampai terjadi. Mengkonsumsi jus tahitian noni adalah hal yang dianjurkan dan akan mampu mengkontrol kesehatan balita anda dengan baik tanpa efek samping.Meminumkan jus tahitian noni pada balita dengan takaran yang sesuai akan membantu balita anda tumbuh lebih sehat dan mencegah diabetes maupun gangguan pada jantung.
Segeralah untuk memberikan jus tahitian noni yang telah terbukti ampuh dalam mengatasi berbagai penyakit ini,untuk anak anda dan keluarga. Silahkan lakukan pemesanan disini !!
Tags »

Topic Yang Berhubungan :
• Leukemia Sering Terjadi Pada Anak
• Jangan Sepelekan Kesemutan
• SEMBUH DARI KANKER!
• Kanker Payudara,Gampang Dideteksi Dengan Mammografi
• Vaksinasi HPV,Cegah Kanker Leher Rahim
Trackback: Trackback-URL | Comments Feed: RSS 2.0